Epidemiolog Griffith Australia: Tidak Ada Klaster Demo
Terjaringnya pendemo yang terinfeksi positif Covid-19 dalam aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja memunculkan diksi klaster demo. Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman menjawab kekhawatiran itu.
JAKARTA - Potensi munculnya klaster demo belakangan kerap disuarakan berbagai pihak sejak gelaran aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Termasuk datang dari juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito. Dia mewanti-wanti adanya potensi klaster COVID-19 baru dari kerumunan massa aksi demo.
"Dengan jumlah massa yang cukup banyak, maka penyampaian aspirasi ini memiliki potensi yang besar untuk tumbuh menjadi sebuah klaster COVID-19," ucapnya dalam jumpa pers di kanal YouTube BNPB, Kamis (8/10).
Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus melaporkan dari 90 peserta aksi dari kalangan buruh yang di-rapid test, 13 diantaranya reaktif. Sementara 89 pelajar yang diamankan, 2 diantaranya positif Corona. Dari temuan itu, banyak yang khawatir terbentuknya klaster demo.
Namun, dr Dicky punya pendapat lain. Kandidat PhD Global Health Security CEPH Griffith University itu mengatakan aksi massa yang dilakukan kurang dari 5 hari tidak bisa disebut klaster demo.
"Adanya temuan kasus + covid (PCR/RT Ag) pada waktu kurang dari 5 hari dari sejak kejadian aksi demo, tidak bisa disebut sebagai kluster demo," tulis Dicky di akun Twitternya @drdickybudiman, Sabtu (10/10).
Menurutnya, definisi klaster itu berkaitan dengan keberadaan orang di suatu tempat yang sama dalam batas waktu tertentu.
"Dilihat dari masa inkubasi #covid19. Pemahaman ini pentng krn berkaitan dgn tracing & TL," cuitnya.
Pemahaman klaster Corona ini penting, karena masih banyak klaster COVID-19 di Indonesia yang belum teratasi dengan baik.
"Dengan testing rendah, banyak kasus COVID tidak terdeteksi. Selain itu, kondisi pandemi Indonesia yang memang sudah beberapa bulan tren nya menguatirkan, sehingga banyak kluster perkantoran, rumah, pasar dan lain-lain yang belum teratasi," pungkasnya.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman. Foto: Tangkapan layar Twitter |
Termasuk datang dari juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito. Dia mewanti-wanti adanya potensi klaster COVID-19 baru dari kerumunan massa aksi demo.
"Dengan jumlah massa yang cukup banyak, maka penyampaian aspirasi ini memiliki potensi yang besar untuk tumbuh menjadi sebuah klaster COVID-19," ucapnya dalam jumpa pers di kanal YouTube BNPB, Kamis (8/10).
Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus melaporkan dari 90 peserta aksi dari kalangan buruh yang di-rapid test, 13 diantaranya reaktif. Sementara 89 pelajar yang diamankan, 2 diantaranya positif Corona. Dari temuan itu, banyak yang khawatir terbentuknya klaster demo.
Namun, dr Dicky punya pendapat lain. Kandidat PhD Global Health Security CEPH Griffith University itu mengatakan aksi massa yang dilakukan kurang dari 5 hari tidak bisa disebut klaster demo.
"Adanya temuan kasus + covid (PCR/RT Ag) pada waktu kurang dari 5 hari dari sejak kejadian aksi demo, tidak bisa disebut sebagai kluster demo," tulis Dicky di akun Twitternya @drdickybudiman, Sabtu (10/10).
Menurutnya, definisi klaster itu berkaitan dengan keberadaan orang di suatu tempat yang sama dalam batas waktu tertentu.
"Dilihat dari masa inkubasi #covid19. Pemahaman ini pentng krn berkaitan dgn tracing & TL," cuitnya.
Pemahaman klaster Corona ini penting, karena masih banyak klaster COVID-19 di Indonesia yang belum teratasi dengan baik.
"Dengan testing rendah, banyak kasus COVID tidak terdeteksi. Selain itu, kondisi pandemi Indonesia yang memang sudah beberapa bulan tren nya menguatirkan, sehingga banyak kluster perkantoran, rumah, pasar dan lain-lain yang belum teratasi," pungkasnya.
Posting Komentar